Supriansa Apresiasi Pendekatan 'Restorative Justice' Polda Kepri terhadap Kasus Tipiring

02-08-2024 / KOMISI III
Anggota Komisi III DPR RI Supriansa dalam Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi III di Batam, Kepulauan Riau, Kamis (1/8/2024). Foto : Wilga/Andri

PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI Supriansa mengapresiasi Kapolda Kepulauan Riau dan jajaran di bawahnya yang aktif melakukan pendekatan restorative justice terhadap sejumlah kasus-kasus Tindak Pidana Ringan (Tipiring) yang dilakukan oleh masyarakat di Kepri.

 

Restorative justice merupakan sebuah bentuk keadilan karena baik korban maupun pelaku sama-sama menyelesaikan dengan damai dan negara tidak perlu membawa lagi ke pengadilan karena pelaku dan korban sama-sama mau menempatkan ini sebagai bentuk penyelesaian perkara,” kata Supriansa kepada Parlementaria usai pertemuan dalam Kunjungan Kerja Reses Tim Komisi III di Batam, Kepulauan Riau, Kamis (1/8/2024).

 

Politisi Fraksi Partai Golkar menilai dengan restorative justice juga dapat menjadi upaya penghematan dari sisi anggaran dan mengurangi jumlah napi, mengingat saat ini lapas-lapas di Indonesia mengalami overload.

 

“Karena baik korban maupun pelaku sama-sama menyelesaikan dengan damai dan negara tidak perlu membawa lagi ke pengadilan”

 

“Menkumham itu sudah mengeluarkan anggaran yang sangat besar untuk biaya makan warga binaan atau warga lapas yang ada di seluruh Indonesia. Bahkan, boleh dikatakan lebih 3 triliun per tahun anggaran biaya makan yang dikeluarkan untuk biaya makan para napi-napi yang ada di seluruh Indonesia,” jelas Legislator Dapil Sulawesi Selatan II ini.

 

Doktor Ilmu Hukum ini pun menjelaskan jika pelaku dan korban sudah ada kesepakatan damai di antara mereka, sebaiknya para penegak hukum tidak membawa lagi ke persidangan karena sejatinya mereka sudah berdamai.

 

“Kalau kita pasangkan bawa ke sana (persidangan), sama halnya kita menganggap bahwa kita seakan-akan dikejar oleh sebuah keharusan, harus banyak kasus dibawa ke pengadilan. Padahal itu sudah tidak sesuai lagi, sekarang ini sudah waktunya kita mengedepankan restorative justice ini di tengah-tengah masyarakat kita,” jelasnya.

 

Lebih lanjut, Supriansa menjelaskan bahwa sebenarnya restorative justice bukanlah hal baru dalam dunia hukum.

 

“Kita berkaca kepada Amerika pada tahun 1977, sejumlah kasus-kasus kecil besar itu dibawa semua ke pengadilan. Sehingga, lahirlah teori restorative justice ini yang dikeluarkan oleh seorang psikolog Amerika Yang bernama Albert Eglash. Ia menyampaikan bahwa pendekatan restorative justice ini adalah sebuah bentuk keadilan, karena baik korban maupun pelaku sama-sama menyelesaikan dengan damai dan negara tidak perlu membawa lagi ke pengadilan,” pungkasnya. (we/rdn)

BERITA TERKAIT
Legislator Nilai Penegakan Hukum Meningkat, Dorong Transparansi & Perlindungan Masyarakat
15-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Komisi III DPR RI, Bimantoro Wiyono, menilai penegakan hukum di tanah air telah menunjukkan perkembangan signifikan,...
Vonis Mati Kompol Satria dalam Kasus Narkoba Momentum Reformasi di Internal POLRI
14-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi III DPR Gilang Dhielafararez menilai putusan vonis mati terhadap mantan Kasatreskrim Polresta Barelang, Kompol Satria...
Anggota Komisi III: Jangan Hilangkan Kesakralan HUT RI karena Polemik Bendera One Piece
07-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah, meminta semua pihak untuk mengedepankan paradigma konstruktif dalam menyikapi polemik pengibaran...
Libatkan Tim Ahli Independen dan Akuntabel dalam Audit Bukti Kasus Kematian Diplomat Muda
05-08-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI Gilang Dhielafararez mendorong agar ada audit forensik digital terhadap seluruh bukti CCTV...